Shalat Dalam Etos Kepemimpinan
02.18 | Author: alinaksi ahmad



Kenapa Anda tidak menjadi pemimpin? Untuk menjawabnya, seseorang perlu bertanya terlebih dulu pada diri sendiri,"Siapa yang menginginkan saya jadi pemimpin ? Apakah saya pantas menjadi pemimpin ? Jika saya punya kapasitas untuk memimpin, kenapa saya tidak menjadi pemimpin ?"


Begitu banyak upaya pencarian jati diri guna menemukan jawab serta pembuktian mengenai kapasitas seseorang. Sejatinya, siapa pun dia, pasti memiliki bakat serta kemampuan yang tidak diketahui oleh orang lain kecuali dirinya sendiri. Hanya melalui kerja keras, tujuan yang jelas, kehendak, dan motivasilah yang dapat membuat hal tadi menjadi kenyataan.
Salah satu cara untuk mengetahui bakat tersembunyi adalah dengan melihat dan meresapi rahasia sukses seseorang, yang antara lain, berhasil mencapai level pemimpin baik di komunitas maupun lembaga yang mewadahi aktivitasnya. Beberapa penelitian menyatakan, sukses seorang pemimpin terwujud berkat kapasitas mereka untuk giat bekerja dan mencapai cita-cita. Kegigihan orang-orang ini amatlah istimewa begitu mereka telah menetapkan cita-cita dan tujuan.

Sehingga pernah muncul satu anekdot yang mengatakan perbedaan antara orang besar dan orang biasa adalah jika orang biasa akan berhenti jika merasa lelah serta mengantuk, sementara orang besar justru tidak akan menyerah. Terkadang dia bekerja keras dengan maksud untuk mengajak orang lain untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan.


Hanya sedikit orang yang punya kemampuan semacam itu hingga kemudian menjelma sebagai pemimpin sejati. Elemen paling utama dalam hal ini adalah kerja keras dan menghargai waktu. Manusia sampai kini agaknya belum bisa menemukan pengganti dari kedua elemen tersebut. Hari ini, waktu tetap merupakan sesuatu yang amat penting bagi kehidupan manusia. Dan demi tujuan mewujudkan keinginan menjadi pemimpin maka mau tidak mau harus mengedepankan semangat kerja dan waktu tadi.

Islam telah mengakomodasi dua elemen menuju sukses itu dalam pelaksanaan shalat. Untuk tujuan ini, bisa disimak mulai dari penggilan shalat (adzan) sebanyak lima kali sehari. Satu contoh yakni efek psikologis dari adzan di waktu fajar untuk shalat Subuh adalah mengajarkan untuk bersegera mencapai ridha Allah SWT adalah lebih baik dari tidur.
Waktu dinilai sebagai elemen yang memberikan signifikansi terbesar pada kehidupan tiap-tiap Muslim. Perintah shalat lima waktu telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya menghargai waktu. Aspek penting lain dalam shalat adalah bagaimana umat dapat mengatur waktu di tengah padatnya kegiatan. Pernah ada yang mengatakan, jika ingin kerjaan itu selesai tepat waktu, maka berikan kepada orang-orang sibuk. Seorang Muslim sebaiknya tetap menjaga dua hal ini yakni tidak meninggalkan semangat kerja namun harus bijaksana mengatur waktu. Dalam kaitan ini, sifat malas jelas tidak ada dalam kamus mereka.

Kemalasan, dalam banyak segi, kerap dituding sebagai musuh terbesar manusia. Nah shalat lima waktu, dengan kata lain, merupakan persiapan umat untuk menjadi lebih aktif baik secara fisik, mental, dan spiritual. Sekarang dua faktor bersatu dalam shalat dan tidur; pertama ialah seseorang dapat bekerja dengan waktu lebih panjang lantaran memilih tidur secukupnya, dan kedua, seseorang harus mampu menggunakan waktu sedemikian rupa sehingga efektif dan efisien. Umat Muslim punya kewajiban mengeliminasi penyakit malas, dan salah satu latihan terbaik adalah melalui shalat.
Maka jika seseorang sanggup bekerja keras, punya cita-cita, tujuan dan mampu membagi waktu, maka orang itu adalah pemimpin. Pemimpin merupakan seseorang yang punya arahan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya. Dia mengambil tongkat kepemimpinan pelaksanaan tugas, mengatur rencana kerja dan mengevaluasi. Dia pun senantiasa mencurahkan perspektifnya dan terus berusaha sebelum tugas selesai.
Perlu diingat bahwa kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan, bukan sekedar posisi. Intinya yakni mengambil tindakan. Seseorang mesti menetapkan kebutuhan, tak peduli besar dan kecil, di masyarakat dan membuat rencana guna pengejewantahannya. Ingat, ada tiga kategori manusia di dunia ini. Manusia yang mampu mewujudkan, yang hanya melihat dan cuma berkhayal.

Agama Islam ialah pandangan hidup. Situs populer www.islamicity.com mengkatagorikan, di dalam ajarannya, terkandung huqooq-Allah, huqooq-un-nafs, dan huqooq-ul-ibad. Huqooq-Allah, yaitu seseorang yang bekerja demi Allah, percaya pada Yang Mahaesa, tidak menyekutukan-Nya, dan berbuat baik di muka bumi. Jika seseorang benar-benar mempraktekkan ajaran agama, maka akan bisa mencapai level B, jika tidak A, pada huqooq-Allah.
Pada kaitan huqooq-un-nafs, dikatakan seseorang yang memperhatikan dirinya, hanya mengkonsumsi makanan halal, tidak mencederai diri sendiri, dan sebagainya. Adapun huqooq ul ibad, perhatian yang diberikan lebih banyak untuk kemanusiaan, berbuat baik terhadap sesama, ringan tangan (suka membantu), dan lain-lain. Apabila seseorang merasa belum sanggup melaksanakan tiga unsur ini, agaknya perlu lebih giat lagi untuk meningkatkan kapasitas diri.
Kewajiban pada wilayah huqooq ul-ibad merupakan tanggung jawab seseorang pada masyarakatnya. Allah SWT berfirman dalam Alquran surat Al-Maidah (3):110 yang intinya manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna sehingga wajib menjunjung ajaran Alquran dengan mengedepankan perdamaian, keadilan, dan persamaan.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubahnya. Hanya menunggu sang juru selamat hanya akan membuang-buang waktu. Tiap-tiap Muslim harus melaksanakan kewajiban seperti tertuang dalam Alquran dan hadis demi mencapai kehidupan sejahtera di dunia dan akherat.
Oleh karenanya, tiap-tiap Muslim juga harus mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin, dalam hal apapun. Karena sesungguhnya, masih-masing kita adalah pemimpin, setidaknya bagi diri kita sendiri. Jadilah pemimpin sejati dan segera ambil tindakan, demu kebaikan dan peningkatan kualitas hidup.

This entry was posted on 02.18 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: