Kepemimpinan dalam Islam
Dalam bahasa Arab, kata yang sering dihubungkan dengan kepemimpinan adalah ra'in, dari hadits nabi, kullukum ra'in wa kullukum mas'ulun '˜an ra'iyyatihi (setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggungjawab atas kepemimpinanmu). Ra'in sesungguhnya berarti gembala. Seorang pemimpin ibarat serang penggembala yang harus membawa ternaknya ke padang rumput dan menjaganya agar tidak diserang serigala.
Adapun ra'iyyah berarti rakyat. Jadi seorang pemimpin pasti mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan rakyat. Selain kata ra'in seringkali dipakai kata ra'is yang berhubungan dengan kata ra's artinya kepala. Ada pula yang menggunakan kata sa'is yang berarti pengendali kuda. Memang seorang pemimpin adalah seorang yang mampu mengendalikan anggotanya. Sa'is memiliki akar kata yang sama dengan siyasat, strategi. Untuk itu, dalam memimpin diperlukan strategi.
Ada pula yang mengartikan pemimpin dengan kata imam, yang berarti di depan. Kata ini memiliki akar yang sama dengan umm, yang berarti ibu. Seorang imam atau pemimpin memang harus memiliki sifat seorang ibu. Penuh kasih sayang dalam membimbing dan mengendalikan umat. Ada kaitan antara imam, umm, dan ummat. Sifat nabi kita di antaranya adalah ummi, yang berarti penuh keibuan (al-A'raf 156 dan 158).

Pemimpin Indonesia
Sejak zaman dahulu, Indonesia memiliki banyak tokoh pemimpin yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Indonesia. Mulai dari zaman awal peradaban di Indonesia yang dimulai oleh kerajaan Kutai, hingga zaman modern saat ini. Pemimpin pemimpin itu banyak sekali menginspirasi kita dalam menjalani roda kehidupan yang semakin kencang. Sejak zaman dahulu mereka berjuang untuk mewujudkan suatu wilayah yang nyaman dan aman untuk ditempati, Indonesia.
Para tokoh perjuangan Indonesia sejak dulu telah berjuang sekuat tenaga dalam mewujudkan cita-citanya, menjadikan Indonesia sebagai negara yang makmur dan sejahtera. Dimulai dari perjuangan merebut kemerdekaan hingaa perjuangan menegakkan kesejahteraan rakyatnya dalam bidang sosial, ekonomi, dan juga pendidikan. Ada banyak tokoh –tokoh besar seperti Ir. Sukarno, Muhamad Hatta, KH. Ahmad Dahlan, M. Natsir serta KH. Abdul Kahar Mudzakkir yang berjuang bersama untuk mewujudkan cita-cita mereka. Mereka semua berjuang bersama untuk mewujudkan negara Indonesia yang maju.

Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir
Semua tokoh republik ini tentu memiliki sepak terjang dan dedikasi yang tinggi dalam usaha mereka. Masing-masing memiliki cara tersendiri untuk bisa mewujudkan mimpi mereka. Salah satu tokoh yang akan saya bahas dalam tulisan ini adalah pejuang yang juga merupakan salah satu pendiri kampus kebanggaan kita, Universitas Islam Indonesia, beliau adalah Abdul Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir.
Beliau memiliki peran yang cukup besar dalam mengembangkan universitas tertua di Indonesia ini. Beliau bersama M. Natsir, Ir. Sukarno, M. Hatta, KH. Hasyim Asy’ari dan para tokoh nasional lainnya berjuang untuk memajukan pendidikan di Indonesia dengan mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang merupakan cikal bakal dari UII.
Dalam perkembangannya, Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir yang merupakan lulusan Al Azhar Kairo Mesir ini menjadi rektor pertama Universitas Islam Indonesia (UII). Sebelum menjabat sebagai rektor UII, beliau banyak berkecimpung di pergerakan kemerdekaan Indonesia bersama tokoh-tokoh pergerakan lainnya. Banyak hal mengagunkan yang bisa kita teladani dari Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir. Beliau merupakan pemimpin yang sangat kharismatik dan sederhana.
Kepandaian Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir sudah tidak usah diragukan lagi. Dalam hal keilmuan akademik, beliau merupakan intelektual muslim yang patut dibanggakan. beliau pernah menimba ilmu di Mesir hingga akhirnya beliau bergelar profesor. Dalam urusan pemerintahan, beliau pernah mendirikan partai dan menjadi anggota BPUPKI.
Selain cerdas (fathonah), Kahar Mudzakkir merupakan sosok yang dapat dipercaya dan konsisten dalam mengemban suatu amanah. Beliau sangat aktif dalam usaha untuk memajukan pendidikan Islam. Mulai dari mengusulkan Sekolah Tinggi Islam, menjadi rektor UII, serta aktif dalam lembaga keagamaan seperti Muhammadiyah. komitmen beliau sangat tinggi karena ia merasa memiliki amanah berat yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya.
Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir bukanlah seseorang yang pelit ilmu ataupun informasi kepada siapapapun. Dengan senang hati beliau menularkan ilmunya kepada siapapun yang ingin belajar kepadanya. Pada masa mudanya, beliau menjadi guru di Madrasah Mualimin Muhammadiyah dan selanjutnya beliau menjadi direktur di lembaga tersebut. Setelah menjadi rektor pun ia masih tetap mengajar di UII. Bahkan setelah beliau sudah tidak menjadi rektor, beliau tidak malu dan merasa rendah dengan hanya menjabat sebagai dekan di Fakultas Hukum UII (1960-1963). Hal ini membuktikan kerendahan hati dari seorang Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir.
Dalam kehidupannya, Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir merupakan seseorang yang benar-benar cinta akan agamanya, Islam. Beliau selalu berusaha menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Beliau sangat memegang teguh ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, bahkan beliau menerapkannya dalam sistem pendidikan di UII dengan cara menggunakan kalender Islam di UII. Selain itu, beliau juga sangat senang bersilaturahim dengan semua orang.
Keteladanan lain yang diberikan oleh Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir adalah toleransi yang tinggi dalam hidup bersama. Beliau merekrut dosen-dosen yang berkualitas untuk peningkatan mutu UII walaupun beragama nasrani. Hal ini menunjukkan bahwa Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir merupakan seorang pemimpin yang benar-benar visioner dan berpikiran luas.
Satu hal terakhir yang sangat dibutuhkan oleh pemimpin manapun, yang tentunya juga dicontohkan oleh Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir adalah kesederhanaan. Ada sebuah kisah tentang teladan kesederhanaan yang diberikan oleh Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir kepada kita semua.
Kisahnya adalah ketika K. H. Ma’sum dari Lasem, pada tahun 1960, akan berkunjung ke rumah Pak Kahar. Menurut rencana sore itu tamu akan datang, tetapi ditunggu sampai jam 22.00 malam belum juga terlihat. Pak Kahar yang sudah memasak untuk makan malam tamu, mengundang tetangga dekatnya untuk malam bersama.
Hari berikutnya, barulah K. H. Ma’sum dan dua muridnya datang. Karena Bu Kahar sedang sakit, pembantu sedang mudik, dan anak sedang tidak di rumah, Pak Kahar pun akhirnya menanak nasi sendiri untuk lima porsi, tiga untuk tamu, satu untuk Pak Kahar, dan satu untuk Pak Wardan (yang menceritakan kisah ini). Sehabis isya’ ada tiga tamu lagi karena mendengar Pak Kahar menerima K.H. Ma’sum untuk ikut ta’dhimudl dloif, memuliakan tamu. Nasi yang tadinya untuk lima orang tidak layak kalau harus dibagi untuk delapan orang.
Pak Wardan yang juga tetangga Pak Kahar menawarkan mengambil nasi di rumahnya tetapi dilarang. Akhirnya Pak Kahar menemukan solusi: nasi yang ada dibagi enam, dan Pak Kahar sendiri serta Pak Wardan makan keraknya. Jadilah makan malam bersama tamu selesai dengan aman.
Moral yang bisa didapat dari kisah ini adalah bahwa Pak Kahar yang pada waktu itu menjadi Rektor UII adalah kesederhanaannya dan keinginan untuk menghormati orang lain. Bagi Pak Kahar, berjuang di UII adalah ibadah, sebagaimana sampai saat ini diabadikan sebagai nilai dasar UII dalam Statuta. Karenanya, selepas memegang amana menjadi Rektor pada tahun 1945-1960, beliau tidak canggung menjadi Dekan FH UII, jabatan yang lebih rendah daripada Rektor pada tahun 1960-1963.
Demikianlah teladan luar biasa yang bisa diambil dari sepenggal kisah dari seorang pemimpin besar di Indonesia, Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir. Ahlaknya merupakan cerminan dari seorang pemimpin muslim sejati yang berasal dari Rasulullah SAW. Semoga kita sebagai generasi penerus bisa meneladani semua yang telah dicontohkan kepada kita.
Wallahu a’lam bis shawab…

Sumber:
Setiawati, Trias. Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir,
Mutiara Nusantara dari Yogyakarta. 2007. Yogyakarta: Badan Wakaf UII.
Muhsin, Djauhari. Dkk.
Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia. 2003. Yogyakarta: Badan Wakaf UII.

This entry was posted on 19.00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: