Pendidikan adalah lentera bangsa, setuju atau tidak tetapi hal tersebut sudah terbukti, bahwa kesuksesan sebuah bangsa adalah akumulasi dari kesuksesan tiap-tiap individunya, dan harus kita amini pula bahwasanya kesuksesan individu sangat berkorelasi dengan pendidikan yang dikecapnya. Menelaah potret pendidikan bangsa Indonesia saat ini dengan segala fenomena-fenomena yang terjadi membuat sebuah pertanyaan besar dalam benak kami, apakah pendidikan hanya disetting dengan orientasi nilai semata dan tidak dihargai sebagai sebuah proses yang mengandung banyak hal didalamnya. Banyak fenomena yang terjadi di negara Indonesia terkait dengan permasalahan pendidikan. Salah satunya adalah berita mengenai kecurangan-kecurangan yang selalu terjadi pada pelaksanaan ujian nasional, mulai dari banyaknya siswa yang tertangkap tangan sedang mencontek, siswa yang membeli bocoran soal, siswa yang mengedarkan contekan melalui pesan singkat, yang kesemuanya kemungkinan mempunyai motif sama dalam melakukan perbuatan tersebut, yaitu “biar lulus”. Lalu kemana saja mereka sebelum dilaksanakannya ujian???? Apakah mereka tidak yakin dengan bekal yang didapat dari mengikuti proses belajar dengan baik? Atau mereka memang hanya diorientasikan untuk lulus dan tidak diajarkan untuk berproses serta berusaha untuk mendapatkan ilmu???? Oh.. ternyata fenomena kecurangan siswa tersebut juga dilengkapi dengan fenomena kecurangan guru, ternyata tidak sedikit pula guru yang memberikan bocoran jawaban dan bahkan kunci jawaban ujian kepada siswa nya, wah.. baik sekali ya??. Ketika ditanya apa tujuan melakukan hal tersebut, bermacam-macam alasan pun keluar, ada yang merasa kasihan kalau anak didiknya tidak lulus -apa gak merasa kasihan kalau anak didiknya punya mental shortcut yang orientasinya hanya hasil tok til-, ada yang beralasan untuk menjaga kredibilitas sekolah, jadi sang guru takut kalau banyak yang tidak lulus maka kredibilitas sekolahnya akan jatuh –apa gak takut kalau dengan begitu, secara tidak langsung ia membangun harga diri anak didiknya untuk selalu hancur- Hasil atau nilai memang penting bagi siswa dan guru, bagi siswa nilai adalah sebuah bentuk reward dan pengakuan yang selayaknya dapat memotivasi siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar, nilai juga digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat usaha yang sudah dilakukan. Bagi guru nilai menjadi sarana untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki siswa, nilai juga menjadi standar kelayakan bagi seorang siswa untuk dinyatakan berhasil. Memang nilai adalah hal yang penting dalam pendidikan, tapi apakah nilai harus dijadikan menjadi orientasi utama dari pendidikan, jadi belajar hanya untuk mendapatkan nilai bagus saja yang dengan nilai bagus tersebut hati menjadi tenang karena sudah pasti lulus, lalu apakah para siswa tidak di didik untuk tahu darimana seharusnya sebuah nilai yang bagus diperoleh? Apakah para siswa tidak dididik untuk menghargai sebuah proses? Hey, kasihan sekali siswa di Indonesia sekarang ini ya??? Jadi pantas saja segala fenomena kecurangan ini terjadi, karena secara tidak langsung siswa di didik oleh para pendidik bangsa untuk berorientasi pada nilai, “pokok e lulus”!!!

“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”-wiseword- pepatah tersebut mewakili bagaimana seorang guru mempunyai peranan besar bagi siswa, apa yang diberikan kepada siswa pastilah akan berefek kepada siswa, ada sebuah arti etimologi dari guru yang pernah disampaikan seorang ustadz, bahwa guru adalah kepanjangan dari “digugu lan ditiru”, maka tidak boleh ragu-ragu apalagi keliru.. begitu mulianya guru dimana setiap kata-kata, sikap, serta tingkah lakunya akan menjadi panutan yang dicontoh oleh siswa-siswanya.

Pendidik atau pengajar? Manakah yang idealnya dilakoni oleh seorang guru? Karena terdapat perbedaan yang sangat mendasar mengenai job description keduanya, bahwa seorang pendidik tidak hanya memberikan ilmu semata, tapi ia juga harus menginternalisasikan nilai-nilai kebaikan kepada anak didiknya, sedangkan seorang pengajar terbatas hanya pada transfer ilmu semata, menjadi siapakah seorang guru seharusnya berperan di depan siswanya? Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita mencermati nasehat Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal, tapi mungkin sudah mulai dilupakan “ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” kalimat tersebut mencakup tiga peran guru dalam tiga posisi yang berbeda, yaitu di depan menjadi contoh, ditengah ikut membangun, di belakang membantu mendorong. Dengan berpijak pada nasehat tersebut, harusnya seorang guru bukan hanya menjadi seorang pengajar saja ia juga harus menjadi seorang pendidik bagi siswanya..

Menjadi seorang pendidik selayaknya pula guru memberikan pendidikan kepada para siswanya dan bukan hanya sebatas pengajaran, mengapa? Karena ada perbedaan dalam makna keduanya, bahwa pengajaran adalah menciptakan perubahan berfikir siswa dari tidak tahu menjadi tahu atau hanya merupakan perpindahan ilmu, dan sarana yang digunakan adalah teknik komunikasi atau pengajaran. Sedangkan pendidikan ialah menciptakan perubahan secara menyeluruh (kaffah) dalam hal akhlak, keyakinan, perasaan, pemikiran, dan sarananya adalah keteladanan, kondisi lingkungan, nasehat, kontrol. Menurut Ridho (1994), pendidikan dalam Islam (Tarbiyyah Islamiyyah) berarti menumbuhkan dan membentuk insan muslim mutakamil (integral) dari seluruh sisinya, baik kesehatan, akal, keyakinan, keruhanian, jasad, akhlak, perasaan, kemauan dan daya ciptanya. Pembentukan ini mencakup seluruh fase pertumbuhan manusia berdasarkan prinsip dan nilai-nilai Islam serta metode dan cara pendidikan yang Islami. Pengertian-pengertian diatas menggambarkan bahwa pendidikan adalah hal yang seharusnya dipandang sebagai sebuah proses yang mulia, bukan dipandang sebagai proses untuk mendapatkan nilai semata!!!, karena sesungguhnya nilai tidak selayaknya unutk dikejar ia hanya mengikuti proses yang dijalankan, maka sesungguhnya proseslah yang harus dkejar dan dihargai.

Semoga bangsa kita bisa tumbuh lebih bijak, terutama pada bidang pendidiknnya, sehingga permasalahan klasik yang selalu saja dihadapi saat menjelang ujian tidak terjadi terus menerus. Para pelajar pun menjadi lebih bisa bernapas lega karena yang menjadi penentuan keberhasilan mereka bukan hanya ditentukan oleh beberapa butir nilai dalam ujian nasional mereka tetapi lebih kepada proses panjang yang telah mereka lewati-


This entry was posted on 07.50 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: