Teori Intelegensi (3)
03.54 | Author: alinaksi ahmad


13. THURSTONE (1887)Thurstone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan yang terpisah. Kemampuan-kemampuan seperti kemampuan numerik, ingatan, dan kefasihan berbicara secara bersama-sama membentuk perilaku pandai. Menurutnya, intelegensi merupakan sejumlah kemampuan mental primer. Kemampuan mental dapat dikelompoklkna kedalam enam faktor, dan bahwa intelegensi dapat diukur denan melihat sampel perilaku seseoang dalam keenam bidang tersebut. Suatu perilaku inteligen menurut mereka adalah gasil dari bekerjanya kemampouan mental tetentu yang menjadi dasar performansi dalam tugas tertentu pula. Keenam faktor tersebut yaitu :
a. Verbal, yaitu pemahaman akan hubungan kata, kosakta, dan pengguasaan komunikasi lisan
b. Number, yaitu kcermatan dan kecepatan dalam menggunakan fungsi-fungsi hitung dasar
c. Spatial yaitu kemampuan untuk mengenali berbagai hubungan dalam bentuk visual
d. Word fluency yaitu kemampuan untuk mencerna dengna cepat kata tertentu.
e. Memory. Yaitu kemmpuan mengingat gambar, pesan, angka, kata dan betuk pola
f. Reasoning. Yaitu kemampuan untuk mengambil kesimpulan dari beberapa contoh, aturan, atau perinsip. Dapat juga diartikan sebagai kemampuan pemecagan masalah.
Dalam buku lain primary abilities (kemampuan dasar) tu terdiri dari 7 faktor, satu lagi adalah faktor Space, yaitu kecakapan tilikan ruang, sesuai denga bentuk hubungan formal seperti menggambar design from memory (sobur : 2003)


14. VERNON (1905)Vernon mengemukakan model hierarki dalam menjelaskan teori intelegensinya. Vernon menempatkan satu faktor umum dipuncak hierarkinya. Dibawahnya kemudian terdapat faktor intelegensi yang utama (mayor), yaitu Verbal educational (v: ed) dan practical mechanical (k:m). Masing-masing kelompok mayor itu terbagi dalam beberapa faktor kelompok minor yang terpecah lagi menjadi bermacam-macam faktor spesifik pada tingkat hierarki yang paling rendah.
Mengenai faktor sfesifik sendiri, Vernon sendiri berpendapat bahwa sebenarnya faktor-faktor spesifik itu tidak banyak memiliki nilai praktis, dikarenakan kurang jelasnya relevasinya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu menuriut Vernon, lebih baik membicarakan faktor-faktor umum dikarenakan faktor itulah yang berkorelasi lebih konsisten dan substansial dengan maslah kehidupan sehari-hari.

15. CATTELL (1905)Raymon Cattel dkk., mengklasifikasikan inteligensi ke dalam dua kategori, yaitu:
a. Fluid intelligence (kecerdasan cair)
b. Crystallized intelligence (kecerdasan Kristal)
Kecerdasan cair dan kecerdasan kristal dicetuskan sekitar tahun 1960an. Teori ini merupakan perkembangan dari teori ini merupakan perkembangan dari teori General Intellegence. Dalam hal ini kecerdasan cair dan Kristal dinyatakan sebagai kecerdasan umum. Kecerdasan cair adalah kecerdasan yang berbasis pada sifat bologis. Kecerdasan cair meningkat sesuai bertambahnya usia mencapai puncak pada saat dewasa dan menurun pada saat tua karena proses biologis tubuh. Sedangkan kecerdasan Kristal adalah kecerdasan yang diperoleh dari proses pembelajaran dan pengalaman hidup. Jenis kecerdasan ini dapat terus meningkat, tidak ada batasan maksimal, selama manusia masih bisa dan mau belajar. Intelegensi fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 tahun atau 15 tahun, sedangkan Inteligensi Crystallized masih terus berkembang sampai usia 30-40 tahun bahkan lebih.

16. JEAN PIAGET (1950)Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek,yaitu :
a. Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah
b. Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
c. Fungsi ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul.
Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi.
1) Organisasi ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren.
2) Adaptasi ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.

17. AMTHAUER Amthauer (Polhaupessy, 1993 ; 3 - 4) berpendapat bahwa inteligensi merupakan suatu kesatuan dari seluruh kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Inteligensi ditanggapi sebagai sesuatu struktur tersendiri, di dalam keseluruhan struktur kepribadian seorang manusia. Amthauer menjelaskan bahwa inteligensi seseorang dapat dilihat melalui prestasi yang dicapainya.

This entry was posted on 03.54 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 comments:

On 23 Februari 2014 pukul 04.31 , hmm mengatakan...

terima kasih untuk postingannya, sangat membantu :)